Tim hukum Duterte kaji RUU antiterorisme Filipina

Duterte memiliki waktu hingga 9 Juli untuk meneken, memveto, atau membiarkannya sehingga naskah itu otomatis menjadi UU

Tim hukum Duterte kaji RUU antiterorisme Filipina

Tim hukum Presiden Rodrigo Duterte masih mengkaji RUU anti-terorisme yang menuai kontroversi.

Dalam pertemuan kabinet, Duterte mengatakan bahwa dia masih menunggu hasil kajian itu.

“Itu selalu, otomatis,” ujar Duterte, kutip the Philippine Star.

Duterte memiliki waktu 30 hari untuk mengambil keputusan, terhitung sejak naskah RUU antiterorisme itu sampai ke mejanya pada 9 Juni.

Sebagai kepala eksekutif, Duterte memiliki tiga pilihan: menekennya, memveto, atau membiarkannya hingga masa waktu 30 hari berakhir dan secara otomatis naskah itu akan menjadi UU.

Kepala penasihat hukum kepresidenan Salvador Panelo mengatakan sudah menyampaikan hasil kajian itu, beberapa hari setelah Kongres mengirimkan naskahnya ke meja Duterte.

Hasil kajian, imbuh Salvador, tim hukum merekomendasikan agar Duterte meneken RUU itu karena “efektif dalam memerangi terorisme” dan lulus uji konstitusi.

Hal ini berbeda dengan kajian kelompok pengacara dan admisi hukum Tonggak Terpadu Filipina yang memperingatkan kelemahan konstitusional dalam RUU itu.

Departemen Kehakiman Filipina juga meninjau aspek konstitusi dalam RUU itu dan sudah mengirimkan ke Istana pada Rabu lalu, namun enggan mengungkapkan hasilnya ke publik.

Pada Senin, Duterte mengatakan bahwa komunis adalah ancaman utama negara itu.

“Sebenarnya, ancaman utama negara bukanlah Abu Sayyaf, bukan teroris yang tidak bernilai, tetapi target bernilai tinggi, komunis,” kata Duterte.

Kelompok teroris maupun Partai Komunis Filipina, imbuh Duterte, membuat pemerintah “tidak memiliki jeda” meski pandemi menyerang.

“Aku ingin memberitahumu, bahwa aku berharap kita tidak mencapai titik di mana aku harus, membunuhmu,” ujar Duterte, menyoal Partai Komunis Filipina.

Sementara itu sejumlah pihak mengkritik Duterte karena malah mengurusi RUU yang dapat mengancam HAM di tengah serangan pandemi Covid-19.