Indonesia siapkan evakuasi WNI jika kondisi Myanmar memburuk

Duta besar Indonesia Iza Fadri memastikan kondisi WNI di Myanmar dalam keadaan baik

Indonesia siapkan evakuasi WNI jika kondisi Myanmar memburuk

Pemerintah Indonesia menyiapkan rencana evakuasi terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di Myanmar jika kondisi negara itu memburuk.

Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Iza Fadri mengatakan rencana evakuasi tersebut merupakan salah satu prosedur Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Meski demikian, hingga saat ini kata dia, kondisi WNI masih aman.

"Ya itu [evakuasi] sesuai prosedur kementerian luar negeri," jelas Iza Fadri kepada Anadolu Agency melalui pesan singkat.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah menyatakan keputusan untuk melakukan evakuasi berada di Kedutaan Besar RI di Myanmar.

"Kondisi WNI pada umumnya baik, KBRI yang mempunyai kapasitas untuk memberikan assesment dan merekomendasikan penerapan langkah-langkah kontijensi," kata Faizasyah kepada Anadolu Agency.

Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, jumlah WNI yang menetap di Myanmar sekitar 500 orang.

Mayoritas tinggal di wilayah Yangon dan bekerja di sektor migas, industri garmen dan anak buah kapal.

KBRI di Yangon memberikan imbauan kepada WNI untuk tetap tenang dan waspada serta mencermati perkembangan situasi keamanan serta meminimalisir kegiatan tidak penting di luar rumah.

Kedutaan juga meminta WNI menghindari kegiatan atau komentar yang berpotensi mengganggu keamanan publik.

Sebelumnya, protes terhadap pemerintahan militer di Myanmar berlanjut selama tiga hari berturut-turut pada Senin, ketika para demonstran menyerukan pemogokan nasional.

Kantor-kantor pemerintah di ibu kota Nay Pyi Taw terlihat sepi karena sebagian besar pegawainya bergabung dalam aksi pemogokan massal.

Aung Htet, seorang jurnalis di ibu kota, mengatakan dia hanya melihat beberapa bus dan penumpang di jalan pada pagi hari, pemandangan yang tidak biasa.

Foto gedung Kementerian Pendidikan yang kosong juga viral di media sosial.

Selain itu, pegawai negeri di banyak departemen pemerintah mengunggah gambar yang mendukung kampanye pemberontakan sipil.

Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat pada 1 Februari, beberapa jam setelah menahan Presiden Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, dan anggota senior lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa.

Suu Kyi menjabat sebagai Penasihat Negara dari 2016 hingga 2021, setelah perjuangan panjang untuk demokrasi di negara yang membuatnya mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991.

Namun sikap diamnya atas pembantaian Muslim Rohingya dan pembelaan terhadap genosida militer di pengadilan internasional menuai kritik keras di seluruh dunia.

Kudeta terjadi beberapa jam sebelum sesi pertama parlemen baru negara itu digelar setelah pemilihan umum pada November yang memberikan besar pada Partai NLD.