Indonesia perlu lebih transparan agar publik waspada hadapi Covid-19
Pemerintah Indonesia beralasan pembatasan informasi untuk menghindari kepanikan, namun bisa menyebabkan masyarakat sulit memitigasi wabah ini
Seiring kasus Coronavirus Desease (Covid-19) di Indonesia terus meningkat, pemerintah Indonesia memilih untuk menyampaikan informasi yang minim terkait kasus-kasus tersebut.
Pemerintah menolak mengungkapkan wilayah mana saja yang terjangkit Covid-19 serta negara asal kasus dari luar negeri (imported cases) yang ditemukan di Indonesia.
Pemerintah juga tidak mengungkapkan riwayat kunjungan pasien Covid-19 seperti yang dilakukan oleh negara lain.
Filani Olyvia, 27, seorang karyawan dari perusahaan swasta di Jakarta Pusat menilai pemerintah semestinya menyampaikan informasi tersebut agar masyarakat bisa lebih waspada.
Ketika informasi itu tidak diketahui, Filani mengatakan itu menyulitkan masyarakat untuk memahami seberapa rentan mereka terhadap wabah Covid-19.
“Saya tidak perlu tahu data pribadi mereka, tapi saya butuh tahu lokasi-lokasi yang terdampak supaya lebih aware,” kata Filani kepada Anadolu Agency, Kamis.
Menurut dia, informasi tentang riwayat kunjungan pasien di tempat umum atau lokasi transmisi yang juga terjadi di tempat umum justru akan membantu penelusuran pemerintah terkait kasus tersebut.
“Kalau saya tahu, saya bisa antisipasi dengan melakukan pemeriksaan dong. Kalau memang sekiranya saya ada di waktu dan tempat yang sama dengan penderita,” kata dia.
Pemerintah hindari kepanikan
Indonesia memiliki catatan buruk tekait informasi mengenai kasus Covid-19.
Tidak lama setelah Presiden Joko Widodo mengonfirmasi kasus pertama Covid-19, informasi pribadi tentang pasien yang bersangkutan berseliweran di media sosial dan Whatsapp Group
Informasi itu mencakup nama, usia, alamat rumah hingga foto dari pasien kasus nomor 1.
Situasi itu memberi tekanan psikologis terhadap pasien kasus nomor 1 dan hingga saat ini masih belum sembuh.
Tenaga Ahli Utama Kepresidenan, Dany Amrul Ichdan mengakui bahwa pemerintah tidak bisa terlalu terbuka seperti negara lain dalam menyampaikan informasi terkait Covid-19.
Menurut dia, sikap terlalu terbuka justru berpotensi menimbulkan kepanikan alih-alih membuat masyarakat lebih siaga.
“Di Depok saja begitu tau lokasi Depok, perilaku masyarakat langsung berubah,” kata Dany dalam sebuah diskusi di Jakarta.
“Kita melihatnya ini cenderung timbul kepanikan baru, melihat dari kasus Depok kemarin,” lanjut dia.
Dia mengatakan secara penanganan medis, apa yang dilakukan oleh Indonesia dan negara-negara lain telah sama mengikuti standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun dia mengakui ada perbedaan dalam penyajian data kepada masyarakat terkait hal ini.
“Kita tidak bisa setransparan negara-negara lain. Kita akan mendorong untuk membuat paparan strategis beserta visualisasi yang bisa dipaparkan ke publik seterang-terangnya yang tidak menyalahi aturan kesehatan dan kode etik kedokteran,” ujar Dany.
Masyarakat berhak tahu
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie mengatakan cara pemerintah menutupi informasi justru membuat publik tidak dapat mempersiapkan diri menghadapi wabah Covid-19.
Di sisi lain, Alvin mengaku bisa memahami alasan pemerintah untuk menghindari kepanikan masyarakat.
Namun dia mengatakan kepanikan masyarakat juga terjadi akibat pemerintah terlambat menyiapkan dan menyajikan informasi yang memadai terkait wabah Covid-19 sejak awal wabah ini ramai dibicarakan pada Januari 2020.
“Sejak Januari hingga awal Maret tidak banyak berbuat, sehingga masyarakat dibanjiri informasi akurat, sehingga mendengar ada korona menjadi mudah panik,” kata Alvin melalui sambungan telepon, Kamis.
Alvin menilai masyarakat wajib diberi tahu wilayah yang terjangkit tanpa mengungkap data pribadi pasien, seiring dengan penanganan cepat untuk menghindari kegaduhan.
“Misalnya ketika diumumkan, warga sekitar sudah dicek sehingga tidak lagi membuat masyarakat panik,” jelas dia.
Dia mengkritik sikap pemerintah yang sebelumnya justru lebih sibuk mengurusi insentif pariwisata ketimbang mempersiapkan masyarakat menghadapi wabah Covid-19.
“Sekarang stop bicara wisata. Wisata mau didiskon berapa pun, tidak ada mood berwisata. Yang mesti dilakukan adalah membekali, kalau mau bepergian apa saja yang harus dilakukan,” jelas Alvin.
“Kalau kita tahu yang kita hadapi maka kita kan bisa mempersiapkan diri lebih matang,” ujar dia.
Transparan tanpa ungkap data pribadi
Berbeda dengan Indonesia, Singapura memilih untuk menyajikan informasi yang lebih rinci, namun tetap anonim terkait setiap kasus Covid-19 yang ditangani.
Lewat informasi yang disajikan melalui situs resmi Kementerian Kesehatan Singapura, kita bisa mengetahui lokasi-lokasi yang dikunjungi oleh pasien Covid-19 ketika gejala itu berkembang di tubuh mereka.
Korea Selatan juga melakukan hal serupa, mereka membuka data riwayat kunjungan pasien secara rinci tanpa menyampaikan informasi pribadi pasien.
Sementara itu, Juru bicara pemerintah untuk penanganan wabah Covid-19 Achmad Yurianto bersikeras untuk tidak menyampaikan informasi yang lebih rinci tersebut.
Yuri beralasan karakter masyarakat Indonesia berbeda dengan, misalnya, masyarakat Singapura, dimana informasi terkait kasus Covid-19 disajikan secara transparan namun tetap anonim.
“Mohon maaf kami tidak bisa buka lebar gitu, karena responsnya macam-macam dari pemahaman yang belum sama di antara kita,” kata Yuri dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa.
Yuri juga menolak mengungkapkan negara asal warga negara asing yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia serta asal imported cases yang ada di sini.
Dia mengaku sempat diprotes oleh salah satu Kedutaan Besar sebuah negara karena warga negara mereka mengalami diskriminasi akibat Covid-19.
Ketika Indonesia mengonfirmasi kasus kematian pertama akibat Covid-19, Yuri juga menolak membeberkan kota tempat pasien berada serta kewarganegaraan pasien tersebut.
Informasi lebih rinci baru terungkap setelah Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan bahwa pasien yang meninggal adalah warga negara Inggris yang dirawat di Rumah Sakit Sanglah.
WN Inggris yang merupakan kasus ke-25 di Indonesia ini telah dinyatakan positif sejak Selasa, namun otoritas di Bali baru mengetahui status tersebut pada Rabu pagi setelah pasien meninggal.
“Jadi setelah meninggal kami baru tau bahwa ini adalah positif covid 19, tapi jangan lupa orang ini memang sudah menderita 4 penyakit," kata Dewa.