Darurat sipil dinilai tidak tepat tangani situasi pandemi Covid-19
Pemerintah harusnya merujuk pada UU Penanggulangan Bencana dan UU Kekarantinaan Kesehatan
Sejumlah aktivis menilai penerapan darurat sipil atau pembatasan sosial dalam skala besar disertai sanksi, tidak tepat untuk menangani situasi pandemi Covid-19.
“Pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil,” ujar Wahyudi Djafar, anggota Koalisi Reformasi Sektor Keamanan, dalam siaran pers, Senin.
“Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah.”
Pandemi ini menurut Yudi adalah masalah kesehatan masyarakat, bukan darurat sipil yang dimaksud dalam UU No 23/1959.
Karena itu, pemerintah seharusnya merujuk pada regulasi yang tersedia, yaitu UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Pembatasan sosial meluas yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi problem kesehatan yang tidak perlu,” ujar dia.
Menurut Yudi, sejak awal pemerintah alpa mematuhi prosedur yang telah diatur dalam UU Penanggulangan Bencana.
Sebelum penetapan masa tanggap darurat nasional, semestinya Presiden Joko Widodo melakukan penetapan status darurat bencana nasional.
Menurut Yudi, presiden mestinya segera mengeluarkan keputusan penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial.
Keppres soal penetapan status bencana nasional itu harus mengatur pula dampak social, ekonomi, dan kesehatan terhadap masyarakat.
“Jadi ini tidak sinkron dalam membaca aturan hukum. Ini adalah aturan perang yang disusun saat demokrasi terpimpin yang banyak pemberontakan,” kata Yudi.
“Sekarang ini sudah ada UU Penanggulangan bencana, UU Konflik Sosial dan UU Karantina Kesehatan. Jadi seharusnya pemerintah melihat aturan yang lebih spesifik,” ujar dia.
Bukan tertib sipil
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) Choirul Anam mengatakan situasi pandemi ini membutuhkan darurat kesehatan nasional, bukan darurat sipil.
Menurut dia darurat kesehatan bertujuan memastikan kondisi kesehatan masyarakat yang terancam bisa diselamatkan. Sehingga dibutuhkan kerja sama serius dengan pihak-pihak dalam masyarakat, termasuk solidaritas dari sesama yang tidak kena dampak covid 19.
“Sedangkan darurat sipil tujuannya tertib sipil yang biasanya untuk memastikan roda pemerintahan berjalan dan tertib sipil. Dari tujuannya saja berbeda,” ujar dia.
Pendekatan utama pemerintah dalam menangani pandemi ini adalah untuk kepentingan kesehatan, misalnya membangun kesadaran masyarakat dan solidaritas, bukan penertiban.
Menurut dia, saat pemerintah berjalan baik dalam menangani pandemi Covid-19, namun memang belum maksimal karena platfrom dan soliditas kebijakan dalam penanganan covid 19.
“Tata kelolanya diperbaiki. Misalnya platform kebijakan yang utuh dan perpusat, karena karakter Covid-19 membutuhkan itu,” ujar dia.
“Presiden yang langsung memimpin agar konsolidasi pusat dengan daerah lancar. Apalagi ada momentum besar yang memengaruhi sebaran virus, misalnya mudik lebaran, atau acara lain rutin keagamaan,” ucap dia.